Logam berat beracun

Hidrogen Helium
Lithium Berilium Boron Karbon Nitrogen Oksigen Fluor Neon
Natrium Magnesium Aluminium Silikon Fosfor Sulfur Clor Argon
Potasium Kalsium Skandium Titanium Vanadium Chromium Mangan Besi Cobalt Nikel Tembaga Seng Gallium Germanium Arsen Selen Bromin Kripton
Rubidium Strontium Yttrium Zirconium Niobium Molybdenum Technetium Ruthenium Rhodium Palladium Silver Cadmium Indium Tin Antimony Tellurium Iodine Xenon
Caesium Barium Lanthanum Cerium Praseodymium Neodymium Promethium Samarium Europium Gadolinium Terbium Dysprosium Holmium Erbium Thulium Ytterbium Lutetium Hafnium Tantalum Tungsten Rhenium Osmium Iridium Platinum Gold Mercury (element) Thallium Lead Bismuth Polonium Astatine Radon
Francium Radium Actinium Thorium Protactinium Uranium Neptunium Plutonium Americium Curium Berkelium Californium Einsteinium Fermium Mendelevium Nobelium Lawrencium Rutherfordium Dubnium Seaborgium Bohrium Hassium Meitnerium Darmstadtium Roentgenium Copernicium Nihonium Flerovium Moscovium Livermorium Tennessine Oganesson
Contoh logam berat beracun
Dinding abu terbang batu bara setinggi 25-kaki (7,6 m) yang terkontaminasi dengan logam berat beracun, yang dihasilkan dari pelepasan 4,1 juta meter kubik lumpur abu terbang batu bara ke sungai Emory, Tennessee, dan sekitarnya, pada Desember 2008.[1] Hasil pengujian menunjukkan peningkatan signifikan kadar arsenik, tembaga, barium, kadmium, kromium, timbal, raksa, nikel, dan talium dalam sampel lumpur dan air sungai.[2] Biaya rehabilitasi dapat mencapai lebih dari US$1,2 milyar.[3]

Suatu logam berat beracun adalah semua logam atau metaloid yang relatif rapat yang diperhatikan karena toksisitas potensialnya, terutama dalam konteks lingkungan.[4] Istilah ini terutama berlaku untuk kadmium, raksa, timbal, dan arsenik,[5] yang seluruhnya muncul dalam daftar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang 10 bahan kimia yang menjadi perhatian utama publik. Contoh lain mencakup mangan, kromium, kobalt, nikel, tembaga, seng, selenium, perak, antimon, dan talium.[butuh rujukan]

Logam berat ditemukan secara alami di dalam tanah. Mereka menjadi terkonsentrasi akibat aktivitas manusia dan dapat masuk ke dalam jaringan tumbuhan, hewan, dan manusia melalui pernapasan, makanan, dan penanganan manual. Kemudian, mereka dapat berikatan dan mengganggu fungsi komponen sel vital. Efek toksik arsenik, raksa, dan timbal sudah diketahui sejak zaman dulu, tetapi metode penelitian toksisitas beberapa logam berat baru muncul tahun 1868. Pada manusia, keracunan logam berat umumnya diobati dengan pemberian zat pengkhelat. Namun, beberapa unsur yang dianggap logam berat toksik ternyata esensial, dalam jumlah kecil, bagi kesehatan manusia.

  1. ^ Dewan 2008
  2. ^ Dewan 2009
  3. ^ Poovey 2001
  4. ^ Srivastava & Goyal 2010, p. 2
  5. ^ Brathwaite & Rabone 1985, p. 363

Developed by StudentB